Al-Qur’an dan al-Hadits diturunkan secara
berangsur-angsur, tidak sekaligus.
Keduanya disampaikan kepada manusia menurut kebutuhan, kepentingan, situasi, dan kondisi yang berbeda-beda. Ketika
Rasulullah SAW masih hidup, umat manusia
menerima ajaran langsung dari beliau atau
dari sahabat yang hadir ketika beliau menyampaikan. Setelah Rasulullah wafat, Khulafaurrasyidin
(Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali) dan para sahabat menyebarluaskan ajaran
Islam kepada generasi berikutnya.
Dengan kondisi masyarakat dan perkembangan zaman banyak persoalan baru yang dihadapi umat.
Seringkali hal yang muncul itu tidak ada jawabannya secara tegas dalam
al-Qur’an dan al-Hadits.Untuk mengetahui hukum atau ketentuan atas persoalan
baru itu, upaya berijtihad harus dilakukan.
A. KENAPA BER-IJTIHAD
Ijtihad ( اجتهاد ) berasal
dari kata Jahada yang artinya sebuah usaha yang sungguh-sungguh atau
mencurahkan segala kemampuan. Jadi, ijtihad ialah berusaha untuk berupaya atau
berusaha yang bersungguh-sungguh dengan syarat menggunakan akal sehat dan dengan
pertimbangan matang. Ijtihad sebaiknya hanya dilakukan para ahli agama Islam.
Sesungguhnya ijtihad juga sudah dilakukan sahabat ketika
Nabi Muhammad SAW masih hidup. Ijtihad juga dilakukan ketika sahabat menghadapi
persoalan baru tapi tidak mungkin dapat ditanyakan langsung kepada Rasulullah
karena Rasulullah sudah wafat. Kegiatan ijtihad makin banyak dilakukan pada
masa-masa selanjutnya oleh ulama ahli ijtihad yang di sebut dengan para mujtahid.
Tokoh yang ijtihadnya kuat disebut dengan mujtahid
mustaqil. Mereka mampu
menciptakan “pola pemahaman (manhaj)” tertentu terhadap sumber pokok hukum Islam, al-Qur’an dan al-Hadits.
“Metode Ijtihad setidaknya menggunakan kaidah-kaidah ushul fiqh, qawa’idul ahkam dan qawa’idul fiqhiyyah.”
Pemahaman ajaran Islam melalui ijtihad para mujtahid disebut mazhab. Mazhab berarti “jalan
pikiran dan jalan pemahaman” atau “pola
pemahaman”. Ada orang yang tidak mampu melakukan ijtihad sendiri karena keterbatasan ilmu dan syarat-syarat yang
dimilikinya. Mereka mengikuti
pemahaman dengan metode, prosedur dan produk ijtihad para mujtahid. Maka orang tersebut disebut bermazhab (menggunakan mazhab).
Dengan sistem bermazhab ini, ajaran Islam dapat terus
dikembangkan, disebarluaskan, dan
diamalkan dengan mudah kepada semua umat
Islam. Melalui sistem bermazhab ini pewarisan dan pengamalan atau pelaksanaan ajaran Islam
terpelihara dan terjamin kemurniaannya. Itu
karena ajaran yang terkandung dalam al-Qur’an dan al-Hadits dipahami, ditafsirkan, dan diamalkan
dengan metoda ijtihad yang dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Walau begitu kualitas bermazhab yang sudah ada harus terus ditingkatkan, yaitu dengan peningkatan
kemampuan dan penguasaan ilmu
agama Islam dengan segala jenis dan cabang-cabangnya.
B. KENAPA HARUS EMPAT MAZHAB
Ada empat mazhab fiqh yang paling berpengaruh dan bisa
diterima oleh warga Ahlussunnah
Wal Jamaah Annahdliyyah. Empat mazhab tersebut adalah sebagai berikut:
1. Imam Abu Hanifah Nu’man
bin Tsabit
Imam Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit, biasa disebut Imam Hanifah. Dia lahir 80 H dan wafat 150 H di Bagdad. Abu Hanifah berdarah Persia. Beliau diberi gelar al-Imam
al-A’zham (Imam Agung) dan menjadi
panutan di Iraq. Beliau termasuk ahlul
ra’yi (ahli pikir) dan menjadi tokoh sentralnya.
Di antara manhaj istinbathnya yang terkenal adalah al-Ihtihsan.
Fiqh Abu Hanifah yang menjadi rujukan utama mazhab Hanafi ditulis oleh dua
orang murid utamanya, yaitu Imam Abu Yusuf Ibrahim dan Imam Muhammad bin Hasan As-Syaibani.
2. Imam Malik bin Anas
Imam Malik bin Anas, biasa disebut Imam Maliki. Beliau lahir 93 H dan wafat 179 H di Madinah. Imam Malik juga seorang ahli
hadits yang sangat terkenal. Kitab monumentalnya Al-Muwatha dinilai sebagai
kitab hadits paling shahih sebelum adanya Shahih Bukhari dan Shahih Muslim (dua
kumpulan hadits shahih yang menjadi rujukan ulama Aswaja). Imam Malik juga mempunyai konsep manhaj istinbath yang berpengaruh sampai sekarang. Kitabnya berjudul al-Maslahah al-Mursalah dan ‘Amal al-Ahl al-Madinah.
3. Imam Muhammad bin
Idris al-Syafi’i
Imam Muhammad bin
Idris al-Syafi’i biasa disebut Imam Syafi’i. Beliau lahir 150 H di Ghozza dan wafat 204 H di Mesir. Imam Syafi’i mempunyai latar belakang keilmuan yang memadukan antara Ahl al-Hadits dan Ahl al-Ra’yi.
Hal itu karena ia cukup lama
menjadi murid Imam Malik di
Madinah dan juga belajar pada Imam
Muhammad bin Hasan di Bagdad. Ia
merupakan murid senior Imam Abu Hanifah.
Metodologi istinbath-nya ditulis dengan
judul al-Risalah merupakan buku
pertama dalam bidang ushul fiqh. Pendapat-pendapat
dan fatwa-fatwa fiqh Imam Syafi’i
ada dua macam. Yang disampaikan
selama di Bagdad disebut al-Qaul
al-Qadim (pendapat lama), dan yang
disampaikan setelah berada di Mesir disebut
al-Qaul al-Jadid (pendapat baru). Kedua
kitab tersebut telah dihimpun Imam Syafi’i
dalam kitab Al-Um.
4. Imam Ahmad bin Hambal
Imam Ahmad bin Hambal, biasa disebut Imam Hambali. Beliau lahir 164 H di Bagdad. Ia terkenal sebagai tokoh Ahl
al-Hadits. Ia merupakan salah seorang murid Imam Syafi’i selama di Bagdad. Ia sangat menghormati Imam Syafi’i dan selalu mendoakannya. Ia menulis kitab hadits terkait hukum Islam yang berjudul Musnad Ahmad.
Alasan Ahlussunnah Wal Jamaah Annahdliyyah memilih empat mazhab saja adalah sebagai berikut:
- Kualitas pribadi dan keilmuan mereka sudah sangat mashur.
- Keempatnya merupakan Imam Mujtahid Mutlak Mustaqil.
- Para Imam Mazhab itu mempunyai murid yang secara konsisten mengajar dan mengembangkan mazhabnya yang didukung oleh buku induk yang masih terjamin keasliannya hingga saat ini.
- Para Imam Mazhab mempunyai mata rantai dan jaringan intelektual di antara mereka. Mata rantai dan jaringan intelektual Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’I dan Imam Muhammad bin Hasan adalah sebagai berikut; “Imam Abu Hanifah pernah bertemu dengan Imam Malik di Madinah sewaktu ia melakukan ibadah haji. Imam Abu Hanifah merupakan tokoh aliran ahlu al-ra’yi, sedangkan Imam Malik merupakan tokoh aliran ahlu al-Hadits. Imam Syafi’i yang cukup lama menjadi murid Imam Malik tertarik mempelajari mazhab Hanafi dari Imam Muhammad bin Hasan. Ternyata Imam Muhammad bin Hasan sudah berkenalan akrab dengan Imam Syafi’i sewaktu sama-sama belajar pada Imam Malik di Madinah.
“Mujtahid Mutlak Mustaqil yaitu Imam Mujtahid yang mampu secara mandiri menciptakan Manhaj al-Fikr, pola, metoda, proses, dan prosedur istinbath dengan seluruh perangkat yang dibutuhkannya.”
Apabila diperhatikan, keempat Imam Mazhab tersebut memiliki sikap tawadhu’ dan saling menghormati. Kebesaran dan popularitas masing-masing tidak mempengaruhi sikap dan perilaku akhlaqul karimahnya. Itu merupakan citra terpuji dari para pemegang amanah keilmuan yang luar biasa. Hal itu perlu diteladani oleh para pengikut mazhab selanjutnya.
Dari tulisan ini kita bisa belajar bahwasannya kita harus menghargai dan menghayati perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (toleransi, gotong royong), santun, percaya diri, dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya, karena kita sebagai warga NU harus bisa belajar untuk menerima, menjalankan, dan menghargai ajaran Islam Ahlussunnah Waljama’ah Annahdliyyah itu sendiri. Wallahu A’lam .. (MWC NU Widasari)
0 Komentar