Terdapat beberapa pendapat mengenai hubungan antara agama dan negara. Setidaknya ada tiga pendapat yang perlu kita ketahui, tiga macam paham dimaksud adalah :
- Paham Islam ideologis, paham ini mempunyai Inti Ajaran yakni ingin mendirikan negara Islam baik secara langsung maupun tidak langsung.
- Paham Sekuler, paham ini memisahkan agama dari politik, dan
- Paham fiqih, inti ajaran dalam fiqih yakni Agama dan negara harus saling mengakui dan mengisi
Pengertian Syari’ah di Arab Saudi mengalami penyempitan
karena Syari’ah identik dengan
hukum negara. Padahal, pembahasan dalam ilmu
fiqh lebih luas daripada hukum negara (syari’ah). Masalah wudhu, hukum pidana (jinayat), dan banyak lagi
masalah lain diatur dalam Fiqh.
Fiqh merupakan penerapan dari syari’ah dalam segala aspek kehidupan, bukan hanya dalam urusan
negara.
Pendekatan fiqih merupakan cara yang ditempuh oleh para
sahabat Nabi yang bersikap netral
(tidak memihak) terhadap perebutan kepemimpinan
politik oleh sahabat Nabi yang lainnya. Mereka lebih berkeinginan mengembangkan Islam sebagai agama yang rahmatan lil’alamin (rahmat bagi seluruh
alam). Mereka tidak ingin ikut dukungmendukung dalam masalah politik yang menggunakan agama sebagai alat. Mereka mendukung siapa
saja yang bisa menegakkan ketertiban masyarakat. Selain itu, para sahabat
tersebut juga berusaha melunakkan kehidupan politik agar tidak ditentukan
berdasarkan hukum rimba (siapa kuat, dia yang menang).
Menurut pendekatan fiqh, bentuk negara dibicarakan oleh berbagai bagian kelompok dalam
masyarakat. Bentuk negara tidak diputuskan
sendiri oleh Muslim, walaupun Muslim menjadi kelompok terbesar (mayoritas). Apabila Islam bersifat ideologis maka akan
ada kewajiban dalam agama untuk
mendirikan negara Islam. Namun, tidak ada Rukun Iman dan Rukun Islam yang
menyuruh Muslim mendirikan sebuah negara untuk menerapkan Islam
Paradigma (cara pandang) fiqh merupakan suatu pandangan yang melihat kehidupan berdasarkan pada prinsip-prinsip umum seperti toleransi, persamaan, keadilan, dan demokrasi (syuro). Pemikiran paradigma fiqh mendasarkan pada prinsip-prinsip:
- Mencari keseimbangan dalil-dalil teks (al-Qur’an dan Hadits) (naqli) dengan dalil-dalil akal (aqli).
- Mencari keseimbangan antara pengetahuan yang berasal dari akal dengan pengetahuan yang berasal dari olah hati. Oleh karena itu, paradigma fiqih membolehkan sufi dalam batasbatas syariah.
- Tidak menghakimi seorang Muslim sebagai kafir, walaupun dia belum memiliki tauhid yang murni.
Paradigma fiqih memiliki prinsip-prinsip dalam proses
pengambilan keputusan berkaitan
dengan penerapan ajaran-ajaran Islam dalam
suatu sistem kemasyarakatan, termasuk sistem politik tertentu.
“Bentuk negara sebaiknya dibicarakan oleh berbagai bagian kelompok dalam masyarakat yang telah memperjuangkannya. Bentuk negara tidak diputuskan sendiri oleh Muslim, walaupun Muslim menjadi kelompok terbesar (mayoritas)”.
Beberapa pandangan yang tertulis disini merupakan sebuah dinamika warna masing-masing pandangan mengenai hubungan antara agama dan negara, tentunya kita dapat belajar banyak tentang pemahaman dan pendekatan fiqh dalam melihat hubungan antara Islam dan negara sebagaimana pandangan masyarakat Islam Ahlusunnah Wal Jamaah. Wallahu A'lam .. (MWC NU Widasari)
0 Komentar